Terkadang
pernah terbesit fikir dalam hati ini. Masih adakah kisah layaknya cerita cinta
ayah bunda. Mereka dipertemukan bukan karena keinginan nafsu dunia, bukan pula
karena keinginan hati semata. Akan tetapi mereka dipertemukan oleh cinta suci
karena menginginkan ridlo Ilahi.
Berawal dari
sebuah cerita perjalanan seorang pemuda sederhana yang bernama Malik, yang
ingin mengamalkan ilmu iyang telah dianugerakan Allah kepadanya. Berujung pada
takdir cinta yang begitu indah tanpa dicemari noda nafsu dunia.
Keduanya juga
adalah insan biasa, yang tidak pernah tahu siapakah gerangan kelak yang akan
dianugerahkan Allah menjadi pendamping hidup mereka. Sampai suatu ketika,
secara tak terduga si pemuda sederhana begitu terpesona saat mendapati foto
seorang gadis berkerudung jingga terselip di al-Qur’an miliknya.
Kaget,
terpesona, rasa caampur aduk yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, hingga ia
tenggelam dalam lamunannya. Sedetik kemudian dia tersadar, di tahu dia tidak
boleh larut dalam lamunan itu. Segera si pemuda beristighfar untuk menenangkan
batinnya. Entah siapa yang telah menaruh foto itu, tidak pernah ia bayangkan
sebelumnya. Sesaat fikirnya melayang, mencoba menerka siapakah yang telah
melakukan hal itu, tetapi kemudian suara deheman yang asing di telinga menyadarkan
kembali lamunannnya. Segera si pemuda menoleh ke sumber suara. Pak lek yang
juga adalah guru ngaji si pemuda tersenyum di belakangnya.
“Bagaimana?
Kamu suka?”
Kaget, ia tak
pernah membayangkan sebelumnya. Apa pak leknya yang telah menaruh foto itu? Si
pemuda hanya mencoba menerka. Kemudian ia kembali terdiam. Bingung fikirnya tak
menentu. Dan tanpa ia sadari, sang guru ngaji telah melihat senyum yang
tersungging di bibir si pemuda.
“kalau kamu
suka, nanti paklek bantu kamu untu Ta’aruf. Pak lek lihat dia anak yang
baik. Dia juga salah satu santrinya bulekmu.”
Hari sabtu yang
cerah, peluh masih membasahi gadis desa yang bernama Asih, yang selalu bekerja
keras untuk membantu ibunya dalam mempertahankan hidup. Tiba-tiba saja ia
dikagetkan dengan datangnya seorang pemuda yang belum pernah ia kenal
sebelumnya. Pemuda itu datang dengan seseorang yang ia tahu adalah suami dari
guru ngajinya.
Setelah Asih
mempersilahkan ketiga orang itu masuk, dari situ Asih tahu bahwa pemuda yang
datang itu adalah keponakan dari guru ngajinya. Setelah berbasa-basi sebentar,
Asih ingat bahwa ia sama sekali tidak mempunyai sesuatu untuk disajikan kepada
tamu-tamunya. Kemudia Asih pamit ke belakang, setengah berlari ia menuju ke
rumah kakak tertuanya. Ia tidak tahu harus bagaimana, masalahnya ia sama sekali
tidak menduga akan kedatangan guru ngajinya itu bersama suami dan keponakannya.
Akhirnya dengan dibantu sang kakak, Asih yang memang pemalu itu kemudian
mengetahui bahwa maksud kedatangan dari pemuda yang ia ketahui bernama Malik
itu tidak lain adalah untuk berta’aruf kepada Asih. Malu, sekaligus bingung
Asih hanya dapat tersenyum.
Dua bulan
setelah pertemuan itu, mereka kemudian melangsungkan akad nikah. Berbagai
kendala dapat mereka atasi sehingga akhirnya walaupun dengan sederhana, mereka
dapat menempuh kehidupan sebagai pasangan suami isteri. Tahun pertama mereka
lalui dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian. Tahun kedua mereka semakin
lengkap dengan kehadiran si buah hati mungil yang begitu mereka sayangi.
Hidup yang dijalani
memang terkadang bertentangan dengan apa yang diinginkan setiap manusia.
Layaknya pasangan suami isteri yang lain, rumah tangga keduanya juga mengalami
halangan kerikil-kerikil kehidupan yang memang sudah sewajarnya harus mereka
lewati. Tidak sedikit pula cobaan dan masalah yang datang menghempas. Akan
tetapi, dengan kesabaran dan keikhlasan mencari ridho Allah, Asih tidak putus
asa dalam menghadapi cobaan-cobaan dalam hidup suaminya. Ia ingin tetap
mendampingi suaminya dalam masa-masa tersulit sekalipun. Ia ingin selalu
menjadi wanita cantik kepunyaan Allah swt. wanita cantik yang melukis kekuatan
lewat masalahnya, yang tersenyum di saat tertekan, tertawa di saat hati sedang
menangis, yang memberkati di saat terhina, yang mempesona karena memaafkan, dan
yang mengasihi tanpa pamrih, serta yang bertambah kuat dalam do’a dan juga
pengharapannya.
Allah swt.
tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuan mereka, semua masalah dan
cobaan dapat mereka lewati dengan penuh ketabahan. Hingga kemudian si sulung mempunyai
dua orang adik dan beranjak remaja. Kemudian dengan niatan agar si sulung
menjadi anak sholihah, akhirnya si sulung pun dikirim ke sebuah pondok
pesantren.
Di saat seperti
itulah Allah kembali menguji keimanan hamba-Nya. Malik harus bersabar ketika
Asih jatuh sakit. Tumor yang tadinya adalah tumor jinak akhirnya justru menjadi
kanker yang kemudian juga menyerang syaraf otaknya. Itu semua karena
keterlambatan pemeriksaan dan penanganan yang dilakukan pada Asih. Demi
kesembuhan istri dan kelangsungan pendidikan buah hatinya, Malik rela bekerja
keras siang dan malam, karena masih tidak mencukupi, terpaksa ia harus mencari
pinjaman sampai harus menggadaikan rumah mereka. Malik tak peduli sesulit
apapun dan sesakit apapun, itu semua juga ia lakukan demi cintanya kepada
keluarganya. Malam demi malam mereka hiasi dengan munajat mereka kepada
Rabbnya, agar mereka diberikan pertolongan dan kekuatan iman dalam menghadapi
segala cobaan.
Lima tahun,
Malik menjadi bapak sekaligus ibu bagi ketiga buah hatinya. Asih hanya dapat
terbaring lemah, dengan tasbih di tangannya ia mengisi setiap hela nafas yang
masih dimilikinya dengan berdzikir mengagungkan Asma-Nya.
Pada akhirnya,
Allah swt-lah yang kemudian menentukan kehidupan Malik dan Asih. Tepat pada
umur 38 tahun, Asih menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Dengan kasih
sayang yang selalu dilimpahkan Asih untuk keluarganya, Asih sempan dengan tulus
berpesan kepada Malik untuk mencari pengganti dirinya agar keluarganya bahagia.
Perih, hati
Malik begitu tersayat apabila ingat saat terakhir ia harus melihat istri yang
begitu dicintainya, ibu dari anak-anaknya yang juga masih membutuhkan
perhatian. Tapi ia tahu, ia tidak boleh terus larut dalam kesedihan. Ia harus
tetap tegar demi buah hati mereka. Ia harus mengikhlaskan Asih, harapannya
semoga Asih mendapatan yang terbaik di sisi-Nya. Dan ia juga harus mendidik
ketiga buah hatinya agar dapat tumbuh menjadi anak-anak yang sholih dan
sholihah.
Allah, begitu
Maha Agung dan Maha Sucimu Engkau. Tak ingin melihat hamba-Nya bersedih, tidak
lama kemudian Dia kirimkan pengganti Asih yang begitu dikasihinya, dengan
seorang wanita yang cerdas dan begitu menyayangi ketiga buah hatinya layaknya
anak kandung. Hingga kina keluarga Malik begitu lengkap dan bahagia.
Satu doa tulus
yang tak pernah lupa ia panjatkan dalam setiap munajat dalam malam-malam
panjangnya. “Allah... Rabby.... Jagalah ibu dari anak-anak hamba, sayangilah
dia, berikanlah yang terbaik untuk dirinya, seperti yang telah engkau berikan
yang terbaik dalam kehidupan kami. Amiin....”
0 komentar:
Posting Komentar