“PEJANTAN
TANGGUH”
Kamar Luna udah kayak toko bunga aja. Gimana enggak?? Puluhan buket bunga
tertata rapi di kamarnya yang tak begitu luas. Bunga itu bahkan mampu menggeser
koleksi novelnya. Mungkin baginya bunga itu terlalu cantik dan istimewa.
Faris..... begitu panggilannya. Faris bukan orang yang asing lagi bagi
Luna dan keluarganya. Yah,... Faris adalah sahabat Luna sejak kecil, bahkan
begitu banyak kenangan yang telah mereka ukir bersama. Dan sudah bukan rahasia
lagi kalau Faris cinta mati sama Luna sejak mereka duduk di bangku SMP. Faris
yakin bahwa Luna adalah cinta sejati yang selama ini ia cari. Tapi sayang,
cinta Faris bertepuk sebelah tangan. Luna hanya menganggapnya sebagai sahabat,
gak lebih.
“Kenapa sih Lun kamu gak mau nerima dia?” Tanya Via sahabat Luna yang
juga temannya Faris.
“Ya aneh aja kalau aku jadian ama dia, udah ketahuan jeleknya sih..” Goda
Luna.
Di suatu sore yang cerah, tanggal 15 Agustus 2004 tepatnya hari ulang
tahun Luna, Faris mengutarakan perasaannya kepada Luna dengan membawakan
sebuket bunga tulip dan adelwis putih. Hasilnya.... Suksess ditolak.
“Kita kan masih kelas satu SMP Ris, maaf ya!” kata Luna.
Marahkah Faris ditolak Luna??
Enggak!! Mereka tetap menjaga kebersamaan sebagai seorang sahabat, bahkan
tidak jarang Faris numpang makan di rumah Luna. Tepat setahun kemudian 15
Agustus 2005 Faris kembali menyatakan perasaannya kepada Luna dengan membawa
sebuket bunga tulip dan adelwis putih. Tapi sayang, jawaban Luna tetap sama.
“Kita kan masih kelas dua SMP Ris, jadi maaf.” Tolak Luna.
Begitu seterusnya kelas 3, 1, 2, dan 3 SMA. Faris menyatakan perasaannya
ke Luna setiap tanggal 15 Agustus, seperti saat pertama ia mengatakan cinta
pada Luna. Tulip dan adelwis putih menjadi saksi si pejantan tangguh itu. Ya,
itu adalah julukan untuk seorang Faris. Sosok yang membuat tiap cewek yang
melihatnya histeris saat senyumnya tersungging. Tidak sedikit juga cewek yang
mengungkapkan perasaannya ke Faris. Namun hati Faris hanya untuk Luna seorang,
meskipun harus menunggu bertahun-tahun lamanya. Ia tak pernah menyerah untuk
merebut hati Luna.
Puluhan buket bunga terpajang rapi nan cantik di rak buku Luna. Mereka
kini berusia 18 tahun. Bunga itu menandai betapa lamanya persahabatan mereka
juga perjalanan cinta seorang Faris, sang idola cewek di sekolahnya.
“Buka toko bunga aja Lun. Tuh modalnya udah ada.” Ledek ayah Luna. Cewek
cantik berambut panjang itu hanya nyengir kuda menanggapi ledekan ayahnya.
Sungguh hati Faris seluas samudera, sudah beberapa kali di tolak bukan
alasan untuk memusuhi Luna. Faris tetap sahabat Luna, yang selalu ada untuk
Luna kapanpun dan dimanapun. Faris selalu mendukung dan memberi semangat Luna
agar dapat mewujudkan cita-citanya untuk dapat belajar di UI Jakarta.
Luna memang terkenal sebagai anak yang cerdas dan cantik. Disukai oleh
guru dan kawan-kawannya. Tak pernah sesekali ia menyombongkan kecerdasan dan
kecantikannya. Ia selalu bersikap rendah di hadapan semua orang. Sampai suatu
ketika nama Luna tercatat di daftar beasiswa prestasi di UI Jakarta. Dan
Faris-lah orang pertama yang mengucapkan selamat kepada Luna.
Beberapa bulan setelah kelulusan....
“Eh Lun, Faris udah nembak kamu lagi belum?” Tanya Via iseng.
“Belum... udah bosen kali Vi.” Jawab Luna cuek.
Padahal sebenarnya Luna mempunyai perasaan cinta yang sama kepada Faris.
Di hari-hari terakhirnya sebelum berangkat ke Jakarta, Luna sangat berharap
Faris menembaknya lagi. Tapi sampai detik itu Faris belum juga menembak Luna
untuk yang kesekian kalinya.
“Lun, kapan kamu berangkat ke Jakarta?” Tanya Via.
“Mungkin besok tanggal 15 Agustus Vi, sekitar seminggu lagi.” Jawab Luna
muram.
1 minggu berlalu...
Stasiun terlihat begitu ramai, semua keluarga Luna hadir untuk mengantar
Luna pergi menuntut ilmu ke kota metropolitan. Tak terkecuali sahabatnya, Via.
“Eh, mana Faris ya.. kok gak nongol-nongol tuh anak?? Apa dia gak ingin ketemu
aku sebelum aku berangkat??” Gerutu Luna, perasaannya tak karuan.
Tak lama kemudian yang dinanti Luna telah datang dengan membawa sebuket
bunga tulip dan adelwis putih. Hari itu ia menembak Luna lagi, bahkan di depan
keluarganya. Luna menatap lekat-lekat wajah Faris lalu tersenyum. Luna pun
mengangguk mantap menerima cinta Faris. Senyum pun berkembang dari berbagai
arah. “Aku menunggumu.” Bisik Faris sebelum Luna masuk kereta. Mereka tidak bisa
menyembunyikan rasa bahagia. Mereka berpelukan sangat erat membuat siapa saja
iri melihatnya. Akhirnya penantian Faris tidak sia-sia. Faris selalu
menyelipkan selembar kertas dalam setiap buket bunga yang ia berikan kepada
Luna.
“Tulip dan adelwis itu kuncup aja udah cantik. Apalagi kalau udah mekar..
dia seperti kamu. Semakin lama semakin spesial di hatiku.” Tulisnya.
0 komentar:
Posting Komentar