Guru.....
Begitu mulia pekerjaan seorang guru sekaligus betapa berat tugas dan tanggung jawab menjadi seorang guru. Itulah pengalaman saya ketika pertama kali mengajar. Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah seperti bayangan manusia pada umumnya.
"Ah,.... saya tidak mau menjadi guru. gajinya sedikit, pekerjaannya gak ng-trend pula, kurang sukses kiranya kalau hanya menjadi seorang guru, gengsi donk sama teman-teman yang kerja kantoran!!"
Seperti itulah gambaran opini kebanyakan para kaum muda, terutama mereka yang bergelar Mahasiswa. Padahal dari gaji yang sedikit dan pekerjaan yang tidak ng-trend itulah kemuliaan seorang guru terpancar, hingga dijuluki sebagai seorang pahlawan. Ya,,Pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka hidup untuk memberi dan tidak meminta apapun sebagai ganti dari
apa yang telah diberika kepada anak didiknya, mereka
hanya ingin anak didiknya menerima, mengingat dan memanfaatkan apa yang telah ia
berikan agar menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter, berguna bagi
bangsa dan negara. Guru akan terus mendoakan anak didiknya tanpa diminta, terus mengalirkan ilmu yang dimilikinya kapan pun ia dibutuhkan.
Ketika cara pandang kita akan masa depan dibentuk dari lingkungan
yang sedemikian ini, maka akan terpatri dalam benak kita bahwa belajar
untuk bisa bekerja, lalu kita bekerja untuk mencari uang
sebanyak-banyaknya, dan dengan banyaknya uang yang kita miliki, kita
akan sukses. Menurut pendapat saya, ini teori yang keliru. Ketika
manusia hanya terfokus untuk megejar kesuksesan yang dinilai dari uang
(materi), maka mereka akan berusaha mencapainya dengan cara apapun,
bagaimanapun, hingga melupakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dan
ketika seseorang mempunyai tujuan hidup untuk mencari uang, maka ia
memilih bidang pekerjaan dengan imbalan tertinggi yang ia bisa raih,
baik pekerjaan itu ia sukai atau pun tidak.
Seseorang mengajarkan kepada saya bahwa kesuksesan itu sesungguhnya
bukan dilihat dari kuantitas hasil akhir yang kita peroleh, tapi
bagaimana kita menjalani dan melewati proses-proses dalam setiap
perjalanan hidup kita. Ketika kita dapat menikmati perjalanan karir dan
hidup kita dengan baik dan penuh syukur hingga kita mendapatkan
ketenangan hati, maka kita telah mendapatkan kesuksesan sejati, bukan
hanya kesuksesan semu yang telah saya sebutkan sebelumnya, makna sukses
yang hanya menjadikan kekayaan, pangkat dan ketenaran sebagai tolak
ukurnya. Ketenaran, pangkat dan kekayaan itu hanyalah bonus dari
kesuksesan sejati yang kita capai. Orang sukses itu pasti bahagia. Jika
tidak bahagia, maka bukan sukses namanya.
Saya belajar banyak hal ketika menjadi seorang guru, belajar bersosialisasi, belajar tertib dan disiplin, belajar kreatif, belajar mandiri, belajar berpikir dewasa, dan yang paling penting belajar bersabar. Tak sedikit anak didik ketika seorang guru sedang mengajar mereka gaduh, berbicara di luar materi, bergurau dan lain-lain, hingga membuat suasana kelas tak terkondisi lagi, dari ujung kiri bilang "Bu... si A nakal" yang dari ujung kanan teriak "Bu..... buku q diambil si B", suasana seperti itulah yang mengajarkan kita seorang guru untuk dapat menahan emosi dan berpikir untuk mencari jalan keluar, Suasana seperti itu pula yang akan selalu dirindukan ketika sudah tidak lagi menjadi seorang guru. Se-nakal apapun anak didik, mereka selalu dapat membuat seorang guru tersenyum, entah tersenyum karena kekonyolannya ataupun karena prestasi yang diraihnya. Ketika berada di depan kelas guru tetap melakukan pekerjaannya dengan profesional, seberat apapun masalah yang dihadapinya di luar sekolah, mereka tetap memancarkan senyum di hadapan murid-murid, seakan hidup ini ringan tanpa beban. Karena bertemu dengan anak didik adalah hal yang amat dirindukan dan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi seorang guru. Perlu kita sadari bahwa se-bandel dan se-nakal apapun anak didik kita, di dalam hati mereka tetap dan masih ada rasa hormat dan menghargai kita sebagai seorang pendidik, terakadang mereka susah untuk mengekspresikan secara langsung, memang benar mereka jarang mendengarkan ketika kita mengajar, mereka sibuk sendiri dengan permainan kekanak-kanakan mereka. Namun di sisi lain, mereka membutuhkan kita sebagai pengganti orang tua mereka di sekolah, yang selalu membubui mereka dengan nasehat2 positif. Meskipun kadang diacuhkan, tapi kami seorang guru tetap berusaha untuk mengingatkan ketika mereka salah dan memberinya sedikit pujian ketika mereka benar.
Berangkat dari pengalaman saya, ketika sebuah perpisahan terjadi antara seorang guru dan muridnya, suasana kelas yang biasanya sering gaduh mendadak jadi hening., entah apa yang terbesit di benak mereka, mereka yang bandel tertunduk seakan ingin mengeluarkan kata tapi tak mampu, ada yang memeluk membawa kejutan-kejutan kecil sambil menangis, dan itu di luar bayangan saya. Saya pun tak kuasa untuk menahan butiran air mata kasih sayang ini, tapi saya tetap tak mau kelihatan sedih di hadapan mereka.
"Semoga perpisahan ini tidak menjadi sebuah perpisahan yang terakhir, tetapi kita berpisah untuk berjumpa kembali lain waktu dalam situasi dan kondisi yang lebih baik."
Itulah ungkapan terakhir saya kepada mereka sebelum kami berpisah. Dari situ saya sadar, bahwa dalam kenakalan mereka, dalam diam mereka, terajut rasa hormat dan ribuan kasih sayang untuk guru mereka tercinta. Miss You My Smart Children...... Wish You All The Best.